DOA PENERANG JIWA SYEKH IBNU ATHA’ILLAH

“Ya Allah, Engkaulah yang menerbitkan cahaya di dalam hati para wali-Mu sehingga mereka mengenal-Mu dan mentauhidkan-Mu. Engkau pula yang menghilangkan kotoran dunia dari hati para pecinta-Mu sehingga mereka tidak suka kepada selain-Mu dan tidak bersandar kepada selain-Mu. Engkaulah yang menggembirakan hati mereka ketika mereka merasa jemu dari semua makhluk-Mu. Engkau pula yang memberi hidayah kepada mereka sehingga bagi mereka teranglah tanda-tanda jalan kebenaran.
Ya Rabb, apa gerangan yang didapat oleh orang yang kehilangan Engkau, dan apa yang dirasa kurang oleh orang yang telah mendapatkan Engkau? Sungguh kecewa orang yang puas dengan sesuatu selain-Mu. Sungguh rugi orang yang ingin berpindah dari sisi-Mu.
Ya Rabb, bagaimana akan diharapkan sesuatu selain Engkau, padahal Engkau tidak pernah berhenti memberi kebaikan. Bagaimana pula akan diminta kepada selain Engkau, sedangkan Engkau tidak pernah mengubah kebiasaan-Mu memberi karunia dan rahmat.
Wahai Engkau yang memberi rasa manisnya rahmat dan keramahan kepada kekasih-kekasih-Nya sehingga mereka selalu tegak berdiri di depan-Nya dalam suka cita. Wahai Engkau yang memakaikan pada para wali-Nya pakaian kehebatan sehingga mereka menjadi mulia dengan kemuliaan-Nya.
Ya Allah, dekatkanlah aku kepada-Mu dengan rahmat-Mu supaya aku segera sampai kepada-Mu. Tariklah aku dengan karunia-Mu sehingga aku menghadap kepada diri-Mu semata.”
--Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam, dengan syarah oleh Syekh Abdullah Asy-Syarqawi

DUNIA ADALAH PENJARA BAGI SEORANG MUKMIN

Diriwayatkan bahwa beberapa sufi melihat surga dan neraka ketika mereka mengalami keadaan ekstase. Ketika kembali sadar, wajah mereka menunjukkan apa yang telah mereka saksikan; sarat dengan tanda-tanda kebahagiaan dan ketakutan yang sangat.
Namun, visi atau penglihatan ke dunia gaib tak lagi dibutuhkan bagi orang-orang yang berpikir. Bagi yang selalu menyibukkan dirinya memuaskan hawa nafsu duniawi, saat kematian menghentikan seluruh perangkat inderwinya dan ketika segalanya musnah kecuali dirinya, ia akan menderita karena harus berpisah dengan segala bentuk keduniaan yang begitu dekat dengannya selama ini, seperti istri, anak, kekayaan, tanah, budak, dan sebagainya.
Sebaliknya, orang yang telah menghindari keduniaan dan menguatkan cintanya kepada Allah, niscaya akan menyambut kematian sebagai pelepasan dari kericuhan hidup duniawi untuk bergabung dengan Dia yang dicintainya.
Maka, benarlah yang pernah disabdakan Rasulullah SAW, "Kematian adalah jembatan yang menyatukan sahabat dengan sahabat." Rasul juga bersabda, "Dunia ini surga bagi orang kafir, dan penjara bagi orang Mukmin."
---Imam Al-Ghazali dalam kitab Kimiya As-Sa'adah

Tasawuf Underground

GUNAKAN WAKTU SEBAIK-BAIKNYA

“Penundaanmu untuk beramal karena menanti waktu senggang adalah timbul dari hati yang bodoh."
---Syekh Ibnu Atha'illah dalam kitab Al-Hikam
Sahabatku, sifat hamba yang dungu adalah orang yang suka mempermainkan waktu dan bermain-main dengan waktu, baik secara sadar ataupun tanpa disadarinya. Biasanya kita selalu menunda amal baik atau menomor-duakannya sehingga amal ibadahnya tertunda karena waktu yang sempit. Kita sering menghabiskan waktu untuk kepentingan yang tak bermutu, mubazir, terlalu santai sehingga waktu untuk kepentingan yang lebih mulia pun tertinggal.
Orang yang beramal dengan menanti-nanti waktu senggang sama halnya dengan orang yang dipermainkan oleh waktu.
Waktu berjalan terus, sedangkan waktu luang belum tentu dijumpainya lagi sehingga amal baik pun selalu tertunda dan tertunda. Waktu itu seperti pedang, jika ia tak digunakan dengan baik ia akan memotongmu!

PRINSIP DASAR LAKU BATIN

Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Hasan Al-Qazzaz pernah mengatakan bahwa laku batin dibangun di atas tiga prinsip: tidak makan kecuali lapar, tidak tidur kecuali saat mengantuk, dan tidak berbicara kecuali saat diperlukan.
Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa seseorang tidak akan mencapai derajat orang-orang shaleh sampai dia melewati enam hal: Pertama, menutup pintu nikmat dan membuka pintu kesukaran. Kedua, membuka pintu kemuliaan dan menutup pintu kehinaan. Ketiga, menutup pintu istirahat dan membuka pintu kerja keras. Keempat, menutup pintu tidur dan membuka pintu begadang. Kelima, menutup pintu kekayaan dan membuka pintu kemiskinan. Keenam, menutup pintu harap dan membuka pintu persiapan menyambut kematian.
---Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Al-Ghunyah Lithalib Thariq Al-Haqq