Sekadar berkongsi fwd e-mel:
Hati itu bagaikan cermin mata. Kalau kita menggunakan cermin mata yang
bening, apa yang kita lihat akan tampak apa adanya. Yang putih akan
jelas putihnya, yang coklat muda akan jelas warna aslinya. Namun kalau
kita menggunakan cermin mata hitam, apa yang kita lihat tidak akan
sesuai aslinya. Yang putih akan kelihatan abu muda dan warna coklat
muda akan menjadi coklat tua. Demikian juga hati, kalau hati jernih,
kita akan melihat realita itu apa adanya, sementara kalau hati kita
kotor atau hitam, kita akan melihat realita itu tidak seperti
sebenarnya.
Oleh kerana itu, mulia tidaknya seseorang tidak dilihat dari tampilan
lahiriahnya tapi dari performance batiniah atau hatinya.
ِانَّ اللهَ لاَيَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلكِنْ
يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ (اخرجه مسلم)
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta-hata kamu tapi
melihat hati dan perbuatanmu.” (H.R. Muslim).
Al Qurtubi berkata, “Ini sebuah hadits agung yang mengandung
pengertian tidak diperbolehkankannya bersikap terburu-buru dalam
menilai baik atau buruknya seseorang hanya kerana melihat gambaran
lahiriah dari perbuatan taat atau perbuatan menyimpangnya.
Ada kemungkinan di balik pekerjaan saleh yang lahiriah itu, ternyata
di hatinya tersimpan sifat atau niat buruk yang menyebabkan
perbuatannya tidak sah dan dimurkai Allah swt. Sebaliknya, ada
kemungkinan pula seseorang yang terlihat teledor dalam perbuatannya
atau bahkan berbuat maksiat, ternyata di hatinya terdapat sifat
terpuji yang kerananya Allah swt. memaafkannya.
Ingredients:
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan lahir itu hanya merupakan tanda-tanda
dhanniyyah (yang diperkirakan) bukan qath’iyyah (bukti-bukti yang
pasti). Oleh kerana itu tidak diperkenankan berlebih-lebihan dalam
menyanjung seseorang yang kita saksikan tekun melaksanakan amal saleh,
sebagaimana tidak diperbolehkan pula menistakan seorang muslim yang
kita pergoki melakukan perbuatan buruk atau maksiat. Demikian Imam
Qurtubi menjelaskan dalam tafsirnya.
Rasulullah saw. bersabda dalam riwayat lain,
عَنْ عَلِيِّى بْنِ أَبِى طَالِبٍ رَضِيَى اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا مِنَ الْقُلُوْبِ
قَلَّبَ إِلاَّ وَلَهُ سَحَابَةٌ كَسَحَابَةِ الْقَمَرِ، بَيْنَمَا
الْقَمَرُ مضئى إِذْ عَلَتْهُ سَحَابَةٌ فَأَظْلَمَ، إِذْ تَجَلَّتْ
عَنْهُ فَأَضَاءَ (البخارى ومسلم)
“Ali bin Abi Thalib r.a. menceritakan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Tiada satu hati pun kecuali memiliki awan seperti awan menutupi
bulan. Walaupun bulan bercahaya, tetapi kerana hatinya ditutup oleh
awan, ia menjadi gelap. Ketika awannya menyingkir, ia pun kembali
bersinar.” (H.R.Bukhari dan Muslim)
Hadits ini memberikan ilustrasi yang sangat indah. Hati manusia itu
sesungguhnya bersih atau bersinar, namun suka tertutupi oleh awan
kemaksitan hingga sinarnya menjadi tidak tampak. Oleh sebab itu, kita
harus berusaha menghilangkan awan yang menutupi cahaya hati kita.
Bagaimana caranya?
Directions:
1. Muhasabah diri (Muhasabatun Nafsi)
2. Perbaiki Diri
3. Tadabbur Al Qur’an
4. Menjaga Kelangsungan Amal Saleh
5. Mengisi Waktu dengan Zikir
6. Berkawan dengan Orang-Orang Soleh
7. Berbagi Kasih dengan Fakir, Miskin, dan Yatim
8. Mengingat Mati
9. Menghadiri Majelis Ilmu
10. Berdo’a kepada Allah swt.
Kesimpulannya, hati merupakan panglima untuk seluruh anggota jasad
kita. Kalau hati bening, kelakuan kita pun akan beres. Tapi kalau hati
kita busuk, seluruh amaliah pun busuk. Ada sepuluh cara agar kita
memiliki hati yang suci, yaitu; Muhasabah diri, perbaikan diri,
tadabbur Qur’an, menjaga kelangsungan amal saleh, mengisi waktu dengan
zikir, bergaul dengan orang-orang saleh, berbagi kasih dengan fakir
miskin dan anak yatim, mengingat mati, menghadiri majelis ta’lim, dan
berdo’a kepada Allah swt. Mudah-mudahan Allah swt. selalu memberi
kepada kita hati yang bening. Amiin .